Blora – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blora rekomendasikan hasil kajian atas temuan Pantarlih terlantik lulusan di bawah SMA kepada KPU Blora.
Sebelumnya, Bawaslu menemukan adanya 9 (sembilan) Pantarlih yang dilantik merupakan lulusan di bawah SMA yang tersebar di 4 (empat) Kecamatan se-Kabupaten Blora, yakni Kecamatan Kunduran, Cepu, Bogorejo, dan Ngawen.
Pantarlih tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Blora. Di antaranya di Kecamatan Ngawen, tepatnya di Desa Srigading TPS 02. Kemudian di Kecamatan Kunduran Desa Gagasan TPS 01 dan TPS 02. Juga di Kecamatan Bogorejo Desa Jurangrejo TPS 04. Dan Kecamatan Cepu, tepatnya di Kelurahan Cepu TPS 17, 19, dan 20. Juga di Desa Cabean tepatnya di TPS 02 dan TPS 05.
“Pada rekrutan badan ad-hoc petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih), Kami menemukan adanya dugaan pelanggaran administrasi di beberapa Kecamatan seperti di Kecamatan Cepu, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Kunduran dan Kecamatan Bogorejo,” ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Datin Bawaslu Kabupaten Blora Irfan Syaiful Masykur, Senin (1/7/2024).
Irfan mengatakan pihaknya telah melakukan kajian terkait temuan tersebut. Hasil kajian tersebut juga telah direkomendasikan kepada Jajaran KPU Blora untuk ditindaklanjuti.
“Salah satu syarat adalah berpendidikan paling rendah SMA atau sederajat. Terkait hal tersebut kami telah merekomendasikan hasil kajian dugaan pelanggaran tersebut kepada PPK di masing-masing Kecamatan melalui Panwascam sesuai tingkatannya dan telah ditindak lanjuti oleh PPK,” ungkap Irfan.
Irfan menambahkan bahwa dalam rekrutmen Pantarlih harus sesuai prosedur peraturan. Misalnya kalau ada yang mendaftar menggunakan ijazah di bawah SMA atau sedrajat, harusnya di TMS dulu, baru setelah itu memggunakan jalur seleksi yang di luar tahap 1 (satu).
Bawaslu berharap jajaran KPU Blora dalam melakukan rekrutan badan ad-hoc sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Atas hal tersebut pihaknya akan melakukan pendalaman. Di antaranya dengan melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan.
Koordinator Divisi (Koordiv) Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kabupaten Blora, Ahmad Mustakim menjelaskan terkait hal tersebut sebenarnya tidak bisa disebutkan sebagai temuan. Ia berdalih Bawaslu kurang jelih atau teliti dalam menafsirkan regulasi.
Sebab menurutnya dalam regulasi ada kelonggaran bahwa Pantarlih boleh tidak berijazah SMA/sederajat. Selama itu memang mendesak. Akibat tidak terpenuhinya pendaftar yang lulusan SMA.
“Dasarnya ada di juknis Keputusan KPU Nomor 638 tahun 2024 tentang perubahan kelima atas keputusan KPU nomor 476 tahun 2022 tentang pedoman teknis pembentukan badan Adhoc penyelenggara pemilihan umum dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota,” imbuhnya.
Tepatnya pada Bab III mengenai Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) pada poin 2 mengenai penjelasan persyaratan dalam poin c.
“Disebutkan jika dalam hal pemenuhan persyaratan pendidikan paling rendah SMA/sederajat sebagaimana dimaksud tidak dapat dipenuhi, Pantarlih dapat diisi oleh orang yang mempunyai kemampuan dan kecakapan dalam membac, menulis, dan berhitung yang dibuktikan dengan surat pernyataan,” paparnya.
Pihaknya menegaskan jika bisa jadi tafsir Bawaslu kurang pas. Karena dalam regulasi itu jelas masih memperbolehkan Pantarlih yang tidak memiliki ijazah SMA/sederajat.
“Itu bisa terjadi karena di wilayah tersebut tidak ada SDM yang lulusan SMA/sederajat mendaftar jadi pantarlih. Ada lulusan SMA/sederajat. Tapi mereka tidak mau daftar,” tambahnya.
Pihaknya pun sejak awal meminta PPK, PPS untuk patuh pada regulasi. Memenuhi standar yang ditentukan. Namun menurutnya lantaran ada problem-problem tersebut sehinggga diterapkan kelonggaran tersebut.
“Saat Pemilu kemarin juga begitu. Ada kpps yang tidak lulusan SMA/sederajat. Kemudian ya akhirnya pakai surat pernyataan bisa calistung,” tuturnya.












